"Banyak pasangan melakukan kesalahan dengan beranggapan, jika
dua orang mengucapkan “Saya mau!” maka janji itu mengandung pengertian “ Kami
telah mau!”. Mereka mengira bahwa dengan menaiki jenjang altar, mereka pun
telah melonjak ke surga ke tujuh."
(dikutip dari sebuah buku “The Letters for Karen”).
(dikutip dari sebuah buku “The Letters for Karen”).
Saya sendiri bigung mengapa akhir-akhir ini senang menulis
tentang pernikahan, pasangan hidup dan rumah tangga.
hahaha.. 
munkin karena keseringan menghadiri pesta pernikahan kali ya,,, hehe
Tetapi setelah saya renungkan, saya bersyukur diberi banyak pengalaman dan pelajaran berharga lewat apa yang saya boleh lihat dan alami, dan saya merasa hal ini patut untuk dibagikan kepada orang lain.

munkin karena keseringan menghadiri pesta pernikahan kali ya,,, hehe

Tetapi setelah saya renungkan, saya bersyukur diberi banyak pengalaman dan pelajaran berharga lewat apa yang saya boleh lihat dan alami, dan saya merasa hal ini patut untuk dibagikan kepada orang lain.
Seperti note diatas,
tulisan ini hanya boleh dibaca bagi yang ingin menikah dalam hidupnya. Hal ini untuk menghindari terkontaminasinya
keinginan seseorang yang tidak ingin menikah! (hahaha,,just to refresh J ). Tujuan sebenarnya note tersebut adalah untuk memudahkan pemahaman kita dalam tulisan saya ini, bahwa semua manusia
yang dimaksud di dalamnya adalah setiap manusia yang ingin memiliki pasangan
hidup dalam perjalanan hidupnya.
Setiap manusia pasti memiliki kriteria yang ingin mereka
dapatkan dari seseorang yang akan menjadi pasangan hidupnya. Hal ini baik adanya,
asal tidak berlebihan dan senantiasa sejalan dengan penyerahan kepada Tuhan
,tentunya. Setiap orang pasti ingin mendapatkan yang terbaik.
Tuhan berjanji dalam firmanNya bahwa Ia telah merancangkan rancangan damai sejahtera dan memberikan hari depan yang penuh harapan. Hal ini juga berlaku dalam konteks pasangan hidup.
Tetapi hal ini sering disalahartikan menjadi penyerahan yang tidak berhikmat oleh manusia.
Tuhan berjanji dalam firmanNya bahwa Ia telah merancangkan rancangan damai sejahtera dan memberikan hari depan yang penuh harapan. Hal ini juga berlaku dalam konteks pasangan hidup.
Tetapi hal ini sering disalahartikan menjadi penyerahan yang tidak berhikmat oleh manusia.
Setiap kita diberi hikmat dan pengertian dalam mengambil setiap keputusan.
Seorang teman pernah bercerita bahwa dia yakin telah menemukan jodohnya dan ingin mengikat janji untuk membangun rumah tangga. Awal semua itu adalah ketika dia menuliskan impiannya dan bertekad bahwa kekasihnya pada usianya yang ke 23 akan menjadi suaminya, menjadi pasangan hidupnya. Ketika mencapai umur 23, dia pun berdoa dan bergumul kepada Tuhan untuk dipertemukan dengan sang pujaan hati yang ditargetkan akan menjadi pasangan hidupnya. Sebulan berlalu, dia melihat bahwa doanya dijawab, ketika seorang pria datang ke dalam kehidupannya dan dia sangat yakin untuk membangun mahligai rumah tangga bersama pria tersebut. Tetapi jauh di lubuk hatinya, ada keraguan, karena yang sebenarnya adalah lelaki tersebut adalah seorang yang belum kenal Tuhan. Ia masih hidup dalam pesta pora dan kemabukan! Apakah lelaki seperti itu yang Tuhan sediakan buat dia?
Seorang teman pernah bercerita bahwa dia yakin telah menemukan jodohnya dan ingin mengikat janji untuk membangun rumah tangga. Awal semua itu adalah ketika dia menuliskan impiannya dan bertekad bahwa kekasihnya pada usianya yang ke 23 akan menjadi suaminya, menjadi pasangan hidupnya. Ketika mencapai umur 23, dia pun berdoa dan bergumul kepada Tuhan untuk dipertemukan dengan sang pujaan hati yang ditargetkan akan menjadi pasangan hidupnya. Sebulan berlalu, dia melihat bahwa doanya dijawab, ketika seorang pria datang ke dalam kehidupannya dan dia sangat yakin untuk membangun mahligai rumah tangga bersama pria tersebut. Tetapi jauh di lubuk hatinya, ada keraguan, karena yang sebenarnya adalah lelaki tersebut adalah seorang yang belum kenal Tuhan. Ia masih hidup dalam pesta pora dan kemabukan! Apakah lelaki seperti itu yang Tuhan sediakan buat dia?
Disinilah
letak pembodohan rohani! Bukankah sama saja perlakuan yang dibuat oleh wanita
itu, baik kepada Tuhan maupun kepada ramalan-ramalan duniawi yang tidak bisa
dipercaya.